Mari kita bedah pelan – pelan perbandingan Skema Syariah
dengan KPR Bank
Asumsi terbeli Unit Rumah dengan harga kredit syariah 5 Tahun
500 juta. (Jika beli cash harganya 350 juta, jika kredit 5
tahun harga akadnya 500 juta)
Ilustrasi Alur setelah pembelian :
1. Pembeli membayar DP 105 juta
2. Developer membangun rumah dan sekitar 12 bulan pasca
launching perumahan tersebut, kemudian serah terima ke
pembeli.
3. Saat serah terima rumah, situasi nya adalah
> Dalam 1-2 tahun, pembeli sudah tempati rumah
> Dalam 1-2 tahun, developer baru terima uang kurang dari 200
juta (uang DP dan cicilan selama kurang lebih 1 tahun)
4. Setelah serah terima rumah, RISIKONYA sekarang pindah ke
developer untuk 8-9 tahun ke depan, yaitu
> Sanggup ataukah tidak pembeli tetap bayar sampe 8-9 thn lagi
dengan lancar?
> Jika pembeli tidak sanggup mungkin karena di PHK atau
usahanya collaps, maka developer harus cari cara agar
piutangnya lunas TANPA mendzalimi si pembeli atau TANPA
MENYITA rumahnya
> Jika rumah nya kebakaran, tidak ada asuransi (haram)
> Jika pembeli meninggal, masih sanggup tidak istri nya (yang
tidak bekerja) melanjutkan pembayaran?
Kesimpulan:
1. Pembeli hanya menanggung risiko 1-2 tahun
2. Developer menanggung risiko 8-9 tahun
Bener nih pembeli mau pakai skema KPR Bank?
Ini ilustrasinya jika ambil KPR Bank
Jika harga akad kredit 350 juta selama 5 tahun. (Akadnya 350
lho ya, tapi dengan DP 105, cicilan di angka 6,5 juta an, kok
kalau dihitung DP 105 juta + (6,5 juta x 5 tahun) = jadi 495
juta) belum kalau bunganya floating.
1. Saat tandatangan KPR Bank, muncul biaya-biaya yaitu
– Provisi 1% : 3,5 jt
– Admin 0.1% : 350 rb
– Premi kebakaran : 300 rb
– Premi jiwa : 300 rb
– Appraisal : 400 rb
Total 4,85 jt.
2. Anggap 1 tahun angsuran lancar, sudah terbayar 100 jt.
Masih kurang bayar 300-an jt. Ternyata bulan berikutnya, suami
di PHK dan menunggak bayar 5 bulan.
Maka:
– Didenda 5% per bulan, bukannya lunas tapi menjadi tambah
tinggi hutangnya. Anggap lah jika dendanya 10 juta per bulan,
nunggak 5 bulan berarti 50 juta tambahan hutangnya
– Tidak sanggup bayar denda? Bank akan melelang rumah tersebut
dibawah harga pasar. Dan pembeli dapat apa? hanya dapat
penyesalan karena harus terusir dari rumahnya dan tidak dapat
apa-apa.
Sekarang mari kita lihat skema Syariah
1. Di awal tanda tangan akad Istishna, TIDAK ADA biaya –
biaya. Pembeli hemat 4,85 jt
2. Saat terlambat, TIDAK KENA denda 5% per bulan karena itu
RIBA
3. Saat sudah tidak sanggup bayar angsuran Kredit, Developer
bersama Pembeli menjual rumah SESUAI HARGA PASAR pada tahun
tersebut
Ilustrasi rumah dijual setelah 1 tahun:
• Harga awal Kredit 500 jt
– Pembeli sudah bayar 200 jt
– Masih hutang ke developer 300 jt
• Rumah laku 550 juta (kenaikan harga properti bisa mencapai
20% per tahun)
Maka, dari hasil penjualan rumah tersebut
– Developer terima 300 juta untuk pelunasan sisa cicilan.
– Pembeli terima 250 juta dari hasil jual kembali unit rumahnya.
—> Kok pembeli malah untung 50 juta? Karena ada kenaikan harga properti itu tadi.
Bagaimana kalau debitur-nya KPR BANK setelah pertengahan masa
kredit lalu mau melunasi semua sisanya (misal akad 5 tahun,
pada tahun ke 2 mau langsung melunasi semua)?
Ilustrasi
Muncul biaya baru yaitu
– Penalti 2% dari sisa nya hutangnya
– Biaya Adm : 300 ribu
Jadi yang di bayar, sisa hutang + penalti + biaya adm (Mau lunasin hutang kok di denda juga)
Di skema Syariah, TIDAK ADA biaya penalti, karena Pinalti = RIBA.
Sekarang, lebih UNTUNG mana pakai KPR Bank atau skema kredit
syariah? Jawab yang jujur yaa... ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar